
Disclaimer: Post ini bukan untuk iklan ebook atau kursus online, apalagi spam, dan bukan juga untuk pamer, melainkan untuk membagikan tips based on personal experience untuk bisa dapat skor TOEFL tinggi tanpa les.
Seumur-umur gue baru tes TOEFL di masa pasca lulus sarjana akhir-akhir ini, di bulan Oktober dan November 2013. Kursus TOEFL pun belum pernah…sama sekali. Berbekal buku, pensil mekanik yang enak dipakai (ini penting! haha), dan tanpa les, alhamdulillah, puji Tuhan, by the grace of God, gue bisa melewati 2 jenis TOEFL, ITP (yang paper, alias yang lama sistem skornya maksimum 677) dan iBT (yang pake komputer, alias yang masih relatif baru dan sistem skornya maksimum 120). Skor TOEFL ITP gue 653 dan skor TOEFL iBT gue 119. Gue tes TOEFL ITP di LBI FIB UI (bayar 350 ribu dan bisa transfer, tesnya di FIB UI Depok) dan tes TOEFL iBT di Vista, di Paskal Hypersquare Bandung (bayar 175 USD atau sekitar 1,8 juta rupiah, pakai credit card, daftar, bayar, pilih lokasi dan jam langsung dilakukan di situs resmi penyelenggara yaitu ets.org) Apa saja kiat-kiatnya?
Pakai Buku yang Oke 🙂
Sebenarnya gue nggak tau juga sih cara milih buku yang oke karena…yang beliin buku gue adalah bapak gue. Untuk urusan begini gue selalu percayakan ke tangan orang tua sih karena pasti dipilihin yang terbaik (dan doi juga berpengalaman) 😀 Bapak gue, di masa-masa susahnya dulu juga TOEFL tanpa kursus dan hanya bermodal buku bekas dan dengerin kaset. Katanya dulu doi pake buku Oxford, alhasil ketika gue minta dibeliin buku TOEFL, bapak gue belinya Oxford juga. Harganya sekitar 549 ribu, ada di Kinokuniya. Bukunya tebel, dan dapet CD listening 4 biji.

Selain pake buku Oxford, gue juga pakai buku yang dikeluarin ETS, sang penyelenggara dan pembuat soal. Yang gue seneng dari si buku Oxford adalah, pembagian per-bab-nya itu topik seperti: family, health, environment; bukan berdasarkan segmen yang diujikan seperti: reading, listening, writing, listening, sama speaking. Jadi dalam 1 bab topik itu, semua skill mulai dari reading sampai speaking di-cover. Bacaannya juga bagus-bagus sih jadi gue seneng pakai bukunya! Nah, kalau di buku Oxford ini diajarin banget trik-triknya, bahkan ke trik taking notes alias nyatet agar sistematis, efisien, dan efektif. Selain itu, kunci jawabannya juga disertai pembahasan jadi kita bisa paham kenapa jawabannya salah/benar. Adanya pembahasan ini penting sih, karena buku ini menggantikan guru les yang bisa jelasin kenapa jawaban kita salah/benar. Gue nggak tau sih buku lain gimana, jadi silahkan google saja review orang-orang bagaimana. Kalau beli buku kemahalan? Yah kita sih sama-sama tau aja lah ya, betapa mudahnya mengunduh apa-apa zaman sekarang, jadi silahkan cari cara haha 😀
Latihan, Latihan, Latihan!
Hahaha, ini banget sih yang tricky. Susahnya tanpa les itu harus komitmen banget, mandiri dan disiplin buat menyisihkan waktu untuk latihan. Nggak asal latihan, tapi serius latihan. No distractions and timed; tanpa gangguan dan kalau bisa sambil diukur waktunya. Selain itu, kamu harus kenali dirimu sendiri: kelemahanmu di mana. Bagi gue sih yang tricky itu reading comprehension. Kalau listening yah masih lumayanlah (lagian kalau lo bisa nonton serial/film tanpa subtitle dan menangkap isi omongannya dengan benar ya it shouldn’t be that hard). Kenapa? Pelajaran bahasa di sekolah itu lebih menekankan hal-hal teknis seperti imbuhan, tenses, tata cara menulis surat resmi, dan lain-lain. Ya itu masih kepake sih buat bagian structure ITP dan writing iBT. Reading itu butuh latihan karena penafsiran kita seringkali beda sama yang dimaksud si soal itu. Reading di TOEFL ITP sama TOEFL iTP itu sedikit berbeda. Di reading ITP itu biasanya ditanya: konten (jawaban yang bisa langsung dicari di soal), pertanyaan yang ‘refers to’, dan arti salah satu kata. Kalau reading di TOEFL iBT itu yang ditanya: konten tersirat yang butuh sedikit mikir, arti kata, parafrase kalimat, dan di akhir tiap bacaan ada 1 soal berbobot 2 poin yang meringkas isi bacaan (kita disuruh milih dari beberapa poin-poin pikiran pokok perparagraf dan menyusunnya jadi ringkasan). Nah, reading itu kudu latihan! Kalau di Oxford, di akhir bacaan ada isian yang meminta kita isi berapa menit waktu tempuh untuk baca bacaan tersebut; jadinya tiap mulai baca bacaan gue nyalain stopwatch deh. Dari situ bisa kepantau progress kecepatan membaca dan keefektifannya juga. Bacaan di TOEFL itu beberapa kali mencakup topik yang ‘blahhh’ banget, dengan istilah susah dan kalimat majemuk yang beranak pinak panjangnya. Jadi memang harus biasa membaca sih.
Selain latihan reading, gue juga latihan speaking sama listening. Gue latihan pake CD bawaan dari buku Oxford. Kalau nggak punya ya silahkan cari sumber-sumber yang tersebar di internet atau bisa juga latihan dengerin conversation di serial TV/film dan lecture di TED.com. Listening ITP itu berbeda dengan iBT. Listening ITP itu biasanya percakapan-percakapan pendek-pendek. Kalau listening iBT itu ada percakapan dan lecture. Lecture itu kuliah dan relatif panjang. Yang ditanyakan juga nggak selalu konten listeningnya tapi ada juga hal-hal tersirat seperti ‘intonasi ini mengekspresikan hal apa?’. Latihan note taking pas listening itu juga penting supaya nggak miss/skip dan bagusnya hal ini di-cover dengan sangat baik di buku Oxford. Selain itu gue juga latihan speaking sendiri. Berasa kaya orang dodol jugak sih ngemeng-ngemeng sendiri, tapi ya udahlah sayang udah bayar mahal-mahal buat tes. You might think that it would be very easy to speak, tapi ya tidak semudah itu. Melatih supaya kontennya bagus dan timingnya pas itu kudu latihan. Latihan listening samasppeaking gue lakukan seperti simulasi hari-H; gue ukur pakai stopwatch. Nggak segampang itu loh bisa nyiapin konten omongan dalam 15 detik, itupun baru untuk ujian speaking yang topik sederhana, apalagi ujian speaking yang terintegrasi reading sama listening. Meski waktu persiapannya lebih panjang (30 detik) tetep aja merumuskan omongan dari apa yang dibaca dan catetan hasil listening itu mesti dilatih biar nggak belepotan dan sistematis. Kalau latihan writing sih gue udah sekalian latihan writing untuk GRE. Ya untuk writing sih menurut gue yang penting: menjawab pertanyaan, runut, dan transisi antar paragrafnya enak.
Pastikan Semua Beres pas hari-H
Bawa semua dokumen identitas yang asli. Jangan sampe gara-gara prikitilan lupa bawa paspor/KTP asli jadi bikin hari-H tes runyam (soalnya waktu gue tes, ada yang lupa bawa dokumen asli dan bermasalah gitu jadinya). Arrive early. Istirahat cukup (apalagi kalau mau iBT). Menatap layar komputer dengan konsentrasi kuda itu butuh stamina. Sarapan. Bawa cemilan buat pas istirahat. Toefl IBT itu urutannya: Reading, Listening, Speaking, Writing. Waktu gue tes sih, istirahatnya setelah 2 sesi pertama. Jadi pas otak udah keriting mencerna bacaan dan nyatet sekian percakapan dan lecture enak banget istirahat. Dan senengnya lagi gue bawa cupcake coklat Lee’s Bakery untuk break TOEFL (jadi penambah semangat hahaha). Pede aje.
Ya jadi sekian kiat-kiat untuk menghajar tes TOEFL. Sikat!








Leave a reply to SandraClarisa Cancel reply